Saturday, September 25, 2004

Tujuh puluh tujuh kali tujuh..

Pagi ini aku membuka koran dan menemukan sesuatu yang menarik di antara kolom lowongan pekerjaan. Ada sebuah pernyataan dari keluarga X, yang mengatakan bahwa mulai saat ini anaknya yang bernama Y bertanggung jawab atas semua perbuatannya sendiri. Dengan kata lain menyatakan bahwa keluarga tersebut (dicantumkan bapak, ibu serta keluarga besar) tidak lagi mengakui Y sebagai anggota keluarga.

Aku membacanya sampai berulang-ulang. Entah apa yang ada di pikiran mereka pada saat memasukkan pernyataan tersebut ke kolom iklan. Apa mungkin mereka berpikir hubungan keluarga itu semacam hubungan bisnis? Seringkali bila terjadi sengketa, maka sebagai pihak yang bersalah harus menyatakan permohonan maaf disertai janji utk tdk melakukan hal yang merugikan lagi. Well, itu masih sesuai dengan nalar. Tapi kalau hubungan keluarga bisa pakai sistem kontrak (tidak menyinggung kawin kontrak dgn ekspatriat loh) macam tiga bulan kontrak dan selebihnya diresmikan atau ditendang keluar, aku benar-benar bingung!

Banyak pasangan yang sudah menikah bertahun-tahun..namun tidak juga dikarunia anak. Pasti terselip ketidaksiapan mental-material sbg salah satu pembelaan mereka. Nah, kalau ada orang yang sudah diberi anugerah dengan dijadikannya mereka sebagai orang tua, kan sayang sekali kalau anaknya dibuang begitu saja. Apalagi hasil didikan selama inilah yang menjadikan anak tersebut tertib berjalan di dalam garis atau tidak.

[Pernah kubaca baris per baris dalam sebuah buku tebal, manusia layaknya memaafkan tujuh puluh tujuh kali tujuh kali terhadap sesama. Bukankah buah hati melebihi sesama takarannya?]

No comments: